Anemia Defisiensi Besi

Anemia Defisiensi Besi

II. 1. Fisiologi Sel Darah Merah
Setiap milliliter darah mengandung rata-rata sekitar 5 miliar eritrosit (sel darah merah), yang secara klinis sering dilaporkan dalam hitung sel darah merah sebagai 5 juta per milliliter kubik (mm3). Eritrosit adalah sel gepeng berbentuk piringan yang di bagian tengahnya mencekung (lempeng bikonkaf dengan garis tengah 8 µm, tepi luar tebalnya 2 µm dan bagian tengah tebalnya 1 µm). Bentuk khas ini ikut berperan dalam melakukan fungsinya mengangkut O2 dalam darah. Bentuk bikonkaf menghasilkan luas permukaan yang lebih besar untuk difusi O2 menembus membran dan tipisnya sel memungkinkan O2 berdifusi secara lebih cepat. Hal paling penting pada eritrosit yang memungkinkan untuk mengangkut O2 adalah hemoglobin. Molekul hemoglobin terdiri dari dua bagian yaitu globin, suatu protein yang terbentuk dari empat rantai polipeptida dan gugus nitrogenosa nonprotein mengandung besi yang dikenal dengan gugus hem. Setiap atom besi dapat berikatan secara reversibel dengan satu molekul O2, dengan demikian setiap molekul hemoglobin dapat mengangkut empat molekul O2. Karena kandungan besinya, hemoglobin tampak kemerahan apabila berikatan dengan O2 dan kebiruan apabila mengalami deoksigenasi. Dengan demikian, darah arteri yang teroksigenasi sempurna tampak merah, dan darah vena yang telah kehilangan sebagian O2 nya di jaringan memperlihatkan rona kebiruan. Selain mengangkut O2, hemoglobin juga dapat berikatan dengan zat-zat berikut :


1. Karbondioksida, dengan demikian hemoglobin ikut berperan mengangkut gas ini dari jaringan kembali ke paru.
2. Bagian ion hydrogen asam (H+) dari asam karbonat yang terionisasi, yang terbentuk dari CO2 pada tingkat jaringan.
3. Karbonmonoksida (CO). Gas ini dalam keadaan normal tidak terdapat dalam darah, tetapi jika terhirup, menempati tempat pengikatan O2 di hemoglobin, sehingga terjadi keracunan karbonmonoksida.

Eritrosit tidak memiliki nukleus, organel, atau ribosom. Struktur-struktur ini dikeluarkan ketika masa perkembangan sel untuk menyediakan ruang bagi lebih banyak hemoglobin. Dengan demikian, sel darah merah pada dasarnya adalah suatu kantung terbungkus membran plasma yang dipenuhi oleh hemoglobin. Ironisnya, walaupun eritrosit merupakan kendaraan untuk mengangkut O2 ke semua jaringan tubuh, namun tidak dapat menggunakan O2 untuk menghasilkan energi. Hal ini dikarenakan eritrosit tidak memiliki mitokondria tempat keberadaan enzim-enzim fosforilasi oksidatif, sehingga hanya mengandalkan glikolisis untuk menghasilkan ATP.10

II. 1. 1. Metabolisme Eritrosit
Eritrosit dewasa mengandung lebih dari 40 enzim. Banyak diantaranya sangat penting untuk daya hidup sel. Eritrosit matang bukannya tidak mampu mengadakan metabolisme. Namun ia tidak mempunyai mitokondria, dan pembentukan ATP tidak terjadi dengan fosforilasi oksidatif dalam reaksi siklus krebs. Tetapi, glukosa diambil dan asam laktat dihasilkan terutama dengan glikolisis (jalur Embden-Meyerhof), kira-kira 10% glukosa dimetabolisme secara oksidatif melalui jalur pentose fosfat. Paling sedikit lima fungsi untuk ATP yang dibentuk dengan metabolisme glukosa:

1. Mempertahankan tingkat (gradien) elektrolit. Kation intraseluler eritrosit utama adalah kalium, sedangkan dalam plasma adalah natrium. Natrium masuk ke dalam eritrosit dan bersamaan dengan itu kalium ke luar sel, dilaksanakan oleh mekanisme membran yang bergantung kepada energi (ATP), yaitu pompa kation sehingga gradien ion normal. Bila pompa kation gagal, natrium dan air masuk kedalam eritrosit, menyebabkan sel membengkak dan akhirnya hemolisis. Energi juga digunakan untuk mempertahankan kadar ion kalsium rendah dalam sel.
2. Memulai (inisiasi) produksi energi. ATP diperlukan untuk reaksi inisial glikolisis yang melibatkan fosforilasi glukosa menjadi glukosa-6-fosfat
3. Mempertahankan membran dan bentuk eritrosit. Energi diperlukan untuk memelihara struktur fosfolipid yang kompleks dari membrane eritrosit. Mempertahankan struktur bikonkaf eritrosit mungkin juga bergantung pada energi.
4. Pemeliharaan besi heme dalam bentuk tereduksi (ferro). Potensi oksidasi dalam eritrosit dapat menyebabkan oksidasi besi dari hemoglobin. Hb yang mengandung ion ferri (methemoglobin) tidak efektif dalam transpor oksigen. Perlindungan terhadap eritrosit dari efek oksidasi bergantung sepenuhnya kepada NADPH dan NADH. Senyawa ini terus-menerus dibentuk dengan aktivitas jalur glikolisis dan jalur pentosa. Pada banyak defisiensi enzim glikolisis dan jalur pentosa yang ditentukan secara genetik, keadaan hemolisis terjadi karena energi yang diperlukan untuk melaksanakan fungsi vital ini tidak dapat dibentuk.
5. Pemeliharaan kadar fosfat organik seperti 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG) dan ATP dalam eritrosit. Senyawa-senyawa ini berinteraksi dengan Hb dan mempunyai efek penting pada afinitas oksigen.10

II. 1. 2. Eritropoiesis (Hematopoiesis)
Sintesis eritrosit memerlukan pasokan terus-menerus asam amino, lipid tertentu, besi, vitamin khusus, dan nutrient renik (trace nutrient). Kecepatan produksi eritrosit diatur terutama oleh elativ erotropoietin (EPO). EPO adalah glikoprotein 30-39 KD yang mengikat reseptor spesifik pada permukaan prekursor eritrosit dan memacu diferensiasi eritrosit dan maturasi klona menjadi eritrosit dewasa. Pada janin manusia EPO diproduksi terutama oleh sel berasal dari monosit/makrofag yang bermukim di hati. Pasca lahir EPO diproduksi hampir semuanya oleh sel peritubuler ginjal.10

Sumsum tulang dalam keadaan normal menghasilkan sel darah merah, suatu proses yang dikenal sebagai eritropoiesis, dengan kecepatan luar biasa 2 sampai 3 juta per detik untuk mengimbangi musnahnya sel-sel tua.1

Pembentukan dan Asal Darah
Secara garis besar perkembangan hematopoiesis dibagi dalam 3 periode :4,6
1. Hematopoiesis yolk sac (mesoblastik atau primitif)
2. Hematopoiesis hati (definitif)
3. Hematopoiesis medular

Hematopoiesis Yolk Sac (Mesoblastik atau Primitif)
Sel darah dibuat dari jaringan mesenkim 2-3 minggu setelah fertilisasi. Mula-mula terbentuk dalam blood island yang merupakan pelopor dari elati vaskuler dan hematopoiesis. Selanjutnya sel eritrosit dan megakariosit dapat diidentifikasi dalam yolk sac pada masa gestasi 16 hari.4,6

Sel induk elative hematopoiesis berasal dari mesoderm, mempunyai respon terhadap faktor pertumbuhan antara lain eritropoetin, IL-3, IL-6 dan faktor sel stem. Sel induk hematopoiesis (blood borne pluripotent hematopoetic progenitors) mulai berkelompok dalam hati janin pada masa gestasi 5-6 minggu dan pada masa gestasi 8 minggu blood island mengalami regresi.

Hematopoiesis Hati (Definitif)
Hematopoiesis hati berasal dari sel stem pluripoten yang berpindah dari yolk sac. Perubahan tempat hematopoiesis dari yolk sac ke hati dan kemudian sumsum tulang mempunyai hubungan dengan regulasi perkembangan oleh lingkungan mikro, produksi sitokin dan komponen merangsang adhesi dari matrik ekstraseluler dan ekspresi pada reseptor.

Pada masa gestasi 9 minggu, hematopoiesis sudah terbentuk dalam hati. Hematopoiesis dalam hati yang terutama adalah eritropoiesis, walaupun masih ditemukan sirkulasi granulosit dan trombosit. Hematopoiesis hati mencapai puncaknya pada masa gestasi 4-5 bulan kemudian mengalami regresi perlahan-lahan. Pada masa pertengahan kehamilan, tampak pelopor elative tic terdapat di limpa, elati, kelenjar limfe, dan ginjal.4

Hematopoiesis Medular
Merupakan periode terakhir pembentukan elati hematopoiesis dan dimulai sejak masa gestasi 4 bulan. Ruang medular terbentuk dalam tulang rawan dan tulang panjang dengan proses reabsorpsi.

Pada masa gestasi 32 minggu sampai lahir, semua rongga sumsum tulang diisi jaringan hematopoietic yang aktif dan sumsum tulang penuh berisi sel darah. Dalam perkembangan selanjutnya fungsi pembuatan sel darah diambil alih oleh sumsum tulang, sedangkan hepar tidak berfungsi membuat sel darah lagi. Sel mesenkim yang mempunyai kemampuan untuk membentuk sel darah menjadi kurang, tetapi tetap ada dalam sumsum tulang, hati, limpa, kelenjar getah bening dan dinding usus, dikenal sebagai system retikuloendotelial.

Pada bayi dan anak, hematopoiesis yang aktif terutama pada sumsum tulang termasuk bagian distal tulang panjang. Hal ini berbeda dengan dewasa normal di mana hematopoiesis terbatas pada vertebra (tulang belakang), tulang iga, tulang dada (sternum), pelvis, elativ, skull (tulang tengkorak kepala) dan jarang yang berlokasi pada humerus dan femur.

Selama masa intauterin, hematopoiesis terdapat pada tulang (skeletal) dan ekstraskeletal dan pada waktu lahir hematopoiesis terutama pada skeletal. Secara umum hematopoiesis ekstra medular terutama pada organ perut, terjadi akibat penyakit yang menyebabkan gangguan produksi satu atau lebih tipe sel darah, seperti eritroblastosis fetalis, anemia pernisiosa, talasemia, sickle cell, anemia, sferisitosis herediter dan variasi leukemia.4

Hemoglobin
Sejak masa embrio, janin, anak dan dewasa sel darah merah mempunyai 6 hemoglobin antara lain :
1. Hemoglobin embrional : Gower-1, Gower-2, Portland
2. Hemoglobin fetal : Hb-F
3. Hemoglobin dewasa : Hb-A1 dan Hb-A2

Hemoglobin Embrional
Selama masa gestasi 2 minggu pertama, eritroblas elative dalam yolk sac membentuk rantai globin-epsilon (Ɛ) dan zeta (Z) yang akan membentuk hemoglobin elative Gower-1 (Z2Ɛ2). Selanjutnya mulai sintesis rantai α mengganti rantai zeta, rantai ᵞ mengganti rantai Ɛ di yolk sac, yang akan membentuk Hb-Portland (Z2ᵞ2) dan Gower (α2Ɛ).
Hemoglobin yang terutama ditemukan pada masa gestasi 4-8 minggu adalah Hb Gower-1 dan Gower-2 yaitu kira-kira 75% dan merupakan hemoglobin yang disintesis di yolk sac, tetapi akan menghilang pada masa gestasi 3 bulan.

Hemoglobin Fetal
Migrasi pluripoten sel stem dari yolk sac ke hati, diikuti dengan sintesis hemoglobin fetal dan awal dari sintesis rantai β. Setelah masa gestasi 8 minggu Hb F paling dominan dan setelah janin berusia 6 bulan merupakan 90% dari keseluruhan hemoglobin, kemudian berkurang bertahap dan pada saat lahir ditemukan kira-kira 70% Hb F. Sintesis Hb F menurun secara cepat setelah bayi lahir dan setelah usia 6-12 bulan hanya sedikit ditemukan.

Hemoglobin Dewasa
Pada masa embrio telah dapat dideteksi Hb A (α2β2), karena telah terjadi perubahan sintesis rantai γ menjadi β dan selanjutnya globin β meningkat dan pada masa gestasi 6 bulan ditemukan 5-10% Hb A, pada waktu lahir mencapai 30% dan pada usia 6-12 bulan sudah memperlihatkan gambaran hemoglobin dewasa.

Hemoglobin dewasa minor ditemukan kira-kira 1% pada saat lahir dan pada usia 12 bulan mencapai 2-3,4%, dengan rasio normal antar Hb A dan Hb A2 adalah 30:1. Perubahan hemoglobin janin ke dewasa merupakan proses biologi berupa diferensiasi sel induk eritroid, sel stem pluripoten, gen dan reseptor yang mempengaruhi eritroid dan dikontrol oleh faktor hormonal.6

II. 2. Anemia
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat.10.Meskipun penurunan jumlah Hb yang beredar menurunkan kapasitas angkut oksigen darah, sedikit gangguan klinis sampai kadar Hb turun mencapai kadar di bawah 7-8 g/dL. Di bawah kadar ini kepucatan menjadi nyata pada kulit dan mukosa. Penyesuaian fisiologik terhadap anemia meliputi peningkatan curah jantung, ekstraksi oksigen meningkat (perbedaan oksigen arteriovenosa meningkat), dan hubungan samping (pirau aliran darah ke jaringan dan organ vital).

II. 2. 1. Klasifikasi Anemia
Anemia bukan merupakan suatu kesatuan spesifik tetapi merupakan akibat dari berbagai proses patologik yang mendasari. Klasifikasi anemia yang bermanfaat pada anak dibagi menjadi tiga kelompok besar berdasarkan volume korpuskular rata-rata eritrosit (mean corpuscular volume, MCV) : mikrositik, normositik, atau makrositik. Anemia pada anak dapat juga diklasifikasikan berdasar variasi dalam ukuran dan bentuk sel, seperti tampak pada perubahan lebar distribusi eritrosit (red blood cell distribution width, RDW).10

II. 2. 2. Tanda dan Gejala Anemia pada Anak
• Letargi
• Iritabilitas
• Lelah
• Malas
• Sakit kepala
• Nafas pendek
• Nyeri dada
• Kehilangan konsentrasi

II. 2. 3. Skrining Diagnosis Anemia pada Anak
Berdasarkan American Academy of Pediatrics (AAP), skrining untuk anemia pada anak antara lain adalah :5,7
1. Hitung darah lengkap
2. Mean Corpuscular Volume (MCV) untuk menemukan anemia pada anak berupa makrositik, mikrositik dan normositik
3. Tingkat Fe darah
4. Hemoglobin elektroporesis
5. Aspirasi sumsum tulang

II. 3. Anemia Defisiensi Besi

II. 3. 1. Pengantar
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya besi yang diperlukan untuk sintesis hemoglobin. Anemia akibat defisiensi besi untuk sintesis Hb merupakan penyakit darah yang paling sering pada bayi dan anak. Frekuensinya berkaitan dengan aspek dasar metabolisme besi dan nutrisi tertentu. Tubuh bayi baru lahir mengandung kira-kira 0,5 gr besi, sedangkan dewasa kira-kira 5 gr. Jumlah zat besi yang diserap oleh tubuh dipengaruhi oleh jumlah besi dalam makanan, bioavailabilitas besi dalam makanan dan penyerapan oleh mukosa usus.7,8,9

Ada dua cara penyerapan besi dalam usus, yang pertama adalah penyerapan dalam bentuk non heme (sekitar 90% berasal dari makanan), yaitu besinya harus diubah dulu menjadi bentuk yang diserap, sedangkan bentuk yang kedua adalah bentuk heme (sekitar 10% berasal dari makanan), besinya dapat langsung diserap tanpa memperhatikan cadangan besi dalam tubuh, asam lambung ataupun zat makanan yang dikonsumsi.7

Besi non heme di lumen usus akan berikatan dengan apotransferin membentuk kompleks transferin besi yang kemudian akan masuk ke dalam sel mukosa. Di dalam sel mukosa, besi akan dilepaskan dan apotransferinnya kembali ke dalam lumen usus. Selanjutnya sebagian besi bergabung dengan apoferitin membentuk feritin, sedangkan besi yang tidak diikat oleh apoferitin akan masuk ke peredaran darah dan berikatan dengan apotransferin membentuk transferin serum.

Penyerapan besi oleh tubuh berlangsung melalui mukosa usus halus, terutama di duodenum sampai pertengahan jejunum, makin kea rah distal usus penyerapannya semakin berkurang. Besi dalam makanan terbanyak ditemukan dalam bentuk senyawa besi non heme berupa kompleks senyawa besi inorganik (ferri/Fe3+) yang oleh pengaruh asam lambung, vitamin C, dan asam amino mengalami reduksi menjadi bentuk ferro (Fe2+). Bentuk ferro ini kemudian diabsorpsi oleh sel mukosa usus dan didalam sel usus bentuk ferro ini mengalami oksidasi menjadi bentuk ferri yang selanjutnya berikatan dengan apoferitin menjadi feritin. Selanjutnya besi feritin dilepaskan ke dalam peredaran darah setelah melalui reduksi menjadi bentuk ferro dan didalam plasma ion ferro direoksidasi kembali menjadi bentuk ferri. Kemudian berikatan dengan 1 globulin membentuk transferin. Absorpsi besi non heme akan meningkat pada penderita ADB. Transferin berfungsi untuk mengangkut besi dan selanjutnya didistribusikan ke dalam jaringan hati, limpa dan sumsum tulang serta jaringan lain untuk disimpan sebagai cadangan besi tubuh.1,2

Di dalam sum-sum tulang sebagian besi dilepaskan ke dalam eritrosit (retikulosit) yang selanjutnya bersenyawa dengan porfirin membentuk heme dan persenyawaan globulin dengan heme membentuk hemoglobin. Setelah eritrosit berumur ± 120 hari fungsinya kemudian menurun dan selanjutnya dihancurkan di dalam sel retikuloendotelial. Hemoglobin mengalami proses degradasi menjadi biliverdin dan besi. Selanjutnya biliverdin akan direduksi menjadi bilirubin, sedangkan besi akan masuk ke dalam plasma dan mengikuti siklus seperti di atas atau akan tetap disimpan sebagai cadangan tergantung aktivitas eritropoiesis.

Bioavailabilitas besi dipengaruhi olehkomposisi zat gizi dalam makanan. Asam askorbat, daging, ikan dan unggas akan meningkatkan penyerapan besi non heme. Jenis makanan yang mengandung asam tanat (terdapat dalam the dan kopi), kalsium, fitat, beras, kuning telur, polifenol, oksalat, fosfat, dan obat-obatan (antacid, tetrasiklin dan kolestiramin) akan mengurangi penyerapan zat besi.

Besi heme di dalam lambung dipisahkan dari proteinnya oleh asam lambung dan enzim proteosa. Kemudian besi heme mengalami oksidasi menjadi hemin yang akan masuk ke dalam sel mukosa usus secara utuh, kemudian akan dipecah oleh enzim hemeoksigenase menjadi ion ferri bebas dan porfirin. Selanjutnya ion ferri bebas ini akan mengalami siklus seperti di atas.

Di dalam tubuh cadangan besi ada dua bentuk, yang pertama feritin yang bersifat mudah larut, tersebar di sel parenkim dan makrofag, terbanyak di hati. Bentuk kedua adalah hemosiderin yang tidak mudah larut, lebih stabil tetapi lebih sedikit dibandingkan feritin. Hemosiderin ditemukan terutama dalam sel Kupfer hati dan makrofag di limpa dan sumsum tulang. Cadangan besi ini akan berfungsi untuk mempertahankan homeostasis besi dalam tubuh. Apabila pemasukan besi dari makanan tidak mencukupi, maka terjadi mobilisasi besi dan cadangan besi untuk mempertahankan kadar Hb.

II. 3. 2. Status Besi pada Bayi Baru Lahir
Bayi baru lahir (BBL) cukup bulan didalam tubuhnya mengandung besi 65-90 mg/kgBB. Bagian terbesar sekitar 50 mg/kgBB merupakan massa hemoglobin, sekitar 25 mg/kgBB sebagai cadangan besi dan 5 mg/kgBB sebagai mioglobin dan besi dalam jaringan. Kandungan besi BBL ditentukan oleh berat badan lahir dan massa Hb.

Bayi cukup bulan dengan berat badan lahir 4000 gram mengandung 320 mg besi, sedangkan bayi kurang bulan mengandung besi kurang dari 50 mg. Konsentrasi Hb pada pembuluh darah tali pusat bayi cukup bulan adalah 13,5-20,1 gr/dL.

Setelah dilahirkan terjadi perubahan metabolisme besi pada bayi. Selama 6-8 minggu terjadi penurunan yang sangat drastis dari aktivitas eritropoisis sebagai akibat dari kadar O2 yang meningkat, sehingga terjadi penurunan kadar Hb. Karena banyak zat besi yang tidak dipakai, maka cadangan besi akan meningkat. Selanjutnya terjadi peningkatan aktivitas eritropoisis disertai masuknya besi ke sumsum tulang. Berat badan bayi dapat bertambah dua kali lipat tanpa mengurangi cadangan besi. Pada bayi cukup bulan keadaan tersebut dapat berlangsung sekitar 4 bulan, sedangkan pada bayi kurang bulan hanya 2-3 bulan. Setelah melewati masa tersebut kemampuan bayi untuk mengabsorpsi besi akan sangat menentukan dalam mempertahankan keseimbangan besi dalam tubuh. Pada bayi cukup bulan untuk mendapatkan jumlah besi yang cukup harus mengabsorpsi 200 mg besi selama 1 tahun pertama agar dapat mempertahankan kadar Hb yang normal, yaitu 11 g/dL. Bayi kurang bulan harus mampu mengabsorpsi 2-4 kali dari jumlah biasa. Pertumbuhan bayi kurang bulan jauh lebih cepat dibandingkan bayi cukup bulan sehingga cadangan besinya lebih cepat berkurang. Untuk mencukupi kebutuhan besi, bayi cukup bulan membutuhkan 1 mg besi/kgBB/hari, sedangkan BBLR memerlukan 2 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimal 15 mg/kgBB/hari. Bayi dengan BBL < style="font-weight: bold;">II. 3. 4. Patofisiologi
Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif besi yang berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini menetap akan menyebabkan cadangan besi terus berkurang. Pada tabel dapat dilihat 3 tahap defisiensi besi, yaitu :7,8,9 1. Tahap pertama Tahap ini disebut iron depletion atau storage iron deficiency, ditandai dengan berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme. Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan besi masih normal. 2. Tahap kedua Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau iron limited erythropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoisis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi transferin menurun sedangkan total iron binding capacity (TIBC) meningkat dan free erythrocyte porphyrin (FEP) meningkat. 3. Tahap ketiga Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb. Dari gambaran darah tepi didapatkan mikrositosis dan hipokromik yang progresif. Pada tahap ini telah terjadi perubahan epitel terutama pada ADB yang lebih lanjut.

II. 3. 5. Manifestasi Klinis
Pucat merupakan tanda paling penting pada defisiensi besi. Pada ADB dengan kadar Hb 6-10 g/dl terjadi mekanisme kompensasi yang efektif sehingga gejala anemia hanya ringan saja. Bila kadar Hb turun <> 100 µg/dl eritrosi
• Kadar feritin serum <> 17%.
2. FEP meningkat
3. Feritin serum menurun
4. Fe serum menurun, TIBC meningkat, ST < style="font-weight: bold;">II. 3. 7. Diagnosis Banding
Diagnosis banding ADB adalah semua keadaan yang memberikan gambaran anemia hipokrom mikrositik lain (lihat tabel 2). Keadaan yang sering memberikan gambaran klinis dan laboratorium yang hampir sama dengan ADB adalah thalassemia minor dan anemia karena penyakit kronis. Untuk membedakannya diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan ditunjang oleh pemeriksaan laboratorium.7,8,9

II. 3. 8. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Sekitar 80-85% penyebab ADB dapat diketahui sehingga penaganannya dapat dilakukan dengan tepat. Pemberian preparat Fe dapat secara peroral atau parenteral. Pemberian peroral lebih aman, murah dan sama efektifnya dengan pemberian secara parenteral. Pemberian secara parenteral dilakukan pada penderita yang tidak dapat memakan obat oleh karena terdapat gangguan pencernaan.1,2

1. Pemberian preparat besi peroral
Preparat yang tersedia berupa ferrous glukonat, fumarat dan suksinat. Yang sering dipakai adalah ferrous sulfat karena harganya lebih murah. Untuk bayi tersedia preparat besi berupa tetes (drop). Untuk mendapatkan respon pengobatan dosis besi yang dipakai adalah 4-6 mg besi elemental/kgBB/hari. Obat diberikan dalam 2-3 dosis sehari. Preparat besi ini harus diberikan selama 2 bulan setelah anemia pada penderita teratasi.1,2

2. Pemberian preparat besi parenteral
Pemberian besi secara intramuskuler menimbulkan rasa sakit dan harganya mahal. Dapat menyebabkan limfadenopati regional dan reaksi alergi. Kemampuan untuk menaikkan kadar Hb tidak lebih baik dibanding peroral. Preparat yang sering dipakai adalah dekstran besi. Larutan ini mengandung 50 mg besi. Dosis dihitung berdasarkan :
Dosis besi (mg) = BB (kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dl) x 2,5

3. Transfusi darah
Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan pada keadaan anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respon terapi. Pemberian PRC dilakukan secara perlahan dalam jumlah yang cukup untuk menaikkan kadar Hb sampai tingkat aman sambil menunggu respon terapi besi. Secara umum, untuk penderita anemia berat dengan kadar Hb < style="font-weight: bold;">II. 3. 9. Pencegahan
Tindakan penting yang dapat dilakukan untuk mencegah kekurangan besi pada masa awal kehidupan adalah meningkatkan penggunaan ASI eksklusif, menunda penggunaan susu sapi sampai usia 1 tahun, memberikan makanan bayi yang mengandung besi serta makanan yang kaya dengan asam askorbat (jus buah) pada saat memperkenalkan makanan pada usia 4-6 bulan, memberikan suplementasi Fe kepada bayi yang kurang bulan, serta pemakaian PASI (susu formula) yang mengandung besi.1,2

II. 3. 10. Prognosis
Prognosis baik bila penyebab anemia hanya karena kekurangan besi saja dan diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan manifestasi klinis lainnya akan membaik dengan pemberian preparat besi.5

DAFTAR PUSTAKA

1. Bakta, I.M ., 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC.
2. Dunn, A., Carter, J., Carter, H., 2003. Anemia at the end of life: prevalence, significance, and causes in patients receiving palliative care. Medlineplus. 26:1132-1139.
3. Hillman RS, Ault KA. Iron Deficiency Anemia. Hematology in Clinical Practice. A Guide to Diagnosis and Management. New York; McGraw Hill, 1995 : 72-85.
4. Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., Moss, P.A.H., 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta : EGC.
5. Lanzkowsky P. Iron Deficiency Anemia. Pediatric Hematology and Oncology. Edisi ke-2. New York; Churchill Livingstone Inc, 1995 : 35-50.
6. Nathan DG, Oski FA. Iron Deficiency Anemia. Hematology of Infancy and Childhood. Edisi ke-1. Philadelphia; Saunders, 1974 : 103-25.
7. Recht M, Pearson HA. Iron Deficiency Anemia. Dalam : McMillan JA, DeAngelis CD, Feigin RD, Warshaw JB, penyunting. Oski’s Pediatrics : Principles and Practice. Edisi ke-3. Philadelphia; Lippincott William & Wilkins, 1999 : 1447-8.
8. Schwart E. Iron Deficiency Anemia. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, Penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-16. Philadelphia; Saunders, 2000 : 1469-71.
9. Weiss, G.,Goodnough, L.T., 2005. Anemia of Chronic Disease.Nejm, 352 : 1011-1023.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

ASUHAN DASAR BAYI MUDA : MENCEGAH INFEKSI

Konjungtivitis Flikten

Appendicitis Akut dan Appendicitis Infiltrat